Satrio Wibowo. 2010. Willy The Chronicles of Flarkies: Petualangan Memasuki Dunia Upside Down. Depok: Imania.
Kisah petualangan bocah bernama Willy Flarkies di negeri Plantsville. Ia senang sekali bermain olahraga Dodgeball (olahraga bola gebok yang populer di Jepang). Ia juga punya problem dengan ‘bullies’ atau nama lainnya adalah kondisi di mana ia diancam oleh anak yang lebih kuat di sekolahnya.
Suatu saat Willy berkenalan dengan seorang tua, Profesor Deviance di sebuah kedai burger. Perkenalan ini membawa Willy berpetualang masuk ke dunia Downside yang merupakan kebalikan dari semua kehidupan nyata (dunia Upside).
Seperti Harry Potter yang dunia nyatanya adalah dunia muggle lalu pergi ke dunia penyihir. Willy pun begitu. Ibunya dan sang profesor memutuskan agar Willy bersekolah di sana. Sekolah ‘Dalliance’ di mana segala hal yang tidak mungkin, dapat menjadi mungkin di sana.
Willy pun seperti Harry Potter menemukan petualangan dengan peta ajaib. Mengikuti Imagination Class yang sangat menakjubkan di mana semua khayalannya seperti menjadi Superman, Super Willy, menjadi nyata. Menemukan bahwa Nerd atau kutu buku yang culun di sana malah menjadi bully pengganggu. Menemukan kenyataan juga bahwa anak yang lebih besar menjadi temannya. Mengikuti olahraga ajaib. Turnamen Big Street Games. Petualangannya berjalan terus dalam bab bab selanjutnya, dengan sebuah misi yang dapat diselesaikan dengan penuh perjuangan yang berakhir dengan indah.
“Sebujah kisah menarik mengingat novel terjemahan (dari Bahasa Inggris) ini justru ditulis oleh remaja yang baru berusia 12 tahun. Imajinasinya yang liar menjadi gambaran bagaimana remaja ini mampu menembus ruang dan waktu. Tokoh Willy Flarkies yang bertualang di dunia Upside Down dan berhadapan dengan peristiwa-peristiwa mendebarkan memancing rasa ingin tahu bagaimana ujung penyelesaiannya.”
— Langit Kresna Hariadi, penulis novel best seller Gadjah Mada.
“Perwujudan imajinasi liar benak muda yang belum terkekang kedewasaan Novel ini kaya akan referensi budaya populer yang dapat membuat rekan-rekan seusia pengarang tersenyum karena merasakan keterkaitan dengan dunia mereka sendiri.”
— Tyas Palar, penulis novel The Death to Come, novel pertama dari trilogi The Search for Merlin.