Putra Gara. 2011. Kesatria Khatulistiwa. Bandung: Qanita.
Buku Pertama Trilogi Kesatria Khatulistiwa
“Kalau kamu ingin mengembara, menyebarkan Islam ke segenap penjuru dunia, datanglah ke tempat yang terdapat batu-batu besar, tetapi tidak ada gunung, sungai-sungai luas yang bercabang, dan bumi yang terbelah. Tinggallah kamu di sana, di tempat kamu beranak cucu nantinya.”
Syarif Abdurrahman Alkadrie, pemuda biasa yang bercita-cita menjadi pelaut, penjelajah Nusantara, dan berjaya sebagai seorang kesatria. Dengan amanat sang ayah yang terus bergema di hatinya, Syarif mencoba menjelajah. Dimulai dari Mempawah, ke Banjar, Kalimantan hingga ke lautan Nusantara. Pelan-pelan, Syarif berhasil menegakkan diri sebagai seorang pelaut tangguh sekaligus saudagar terpandang.
Raja Mempawah pun memercayakan putrinya untuk menjadi pasangan Syarif. Dan Syarif membalas dengan mengharumkan nama Mempawah. Namun, rintangan menghadang. Kaum bangsawan dan kerabat Raja merasa iri. Menurut mereka, Syarif telah merebut hak mereka sebagai kerabat Raja. Hasutan para bangsawan yang iri akhirnya mulai menggerogoti hati sang Raja Mempawah. Bagaimanakah Syarif menghadapi kedengkian kerabat Raja? Apalagi Raja pun mulai meragukan kesetiaannya. Sekali lagi, Syarif harus membuktikan jiwa kesatrianya.
“Tidak mudah menulis novel berbasis sejarah. Apalgi menjadi novel sejarah yang menggetarkan. Gara berhasil menulis sejarah dalam bentuk novel yang tidak membosankan. Dari awal hingga akhir cerita sarat makna.”
— Adhie M. Massardi/Sastrawan
“Mengharukan, membaca kisah nenek moyang dalam bentuk novel seperti ini. Setiap kalimat dalam peristiwa, terasa dekat di depan mata.”
— Syarifah Zuhra, Keturunan Syarif Abdurrahman Alkadrie, penjaga istana Kadriah